Peran KPI dalam Meningkatkan Kualitas Siaran Televisi

Saat ini, penyiaran di Indonesia dipenuhi dengan tayangan yang penuh kekerasan, mistisme, eksploitasi tubuh perempuan, dan tayangan lainnya yang tidak mendidik. Melihat fenomena tersebut, IISIP Jakarta mengadakan Kuliah Pakar Tamu Ilmu Jurnalistik dengan tema “Peran KPI dalam Meningkatkan Kualitas Siaran Televisi” dengan mengundang ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Ph.D.

KPI sebagai lembaga penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah, dan masyarakat memiliki kewenangan dalam menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran. Yuliandre menjelaskan, “Terdapat 15 stasiun TV berjaringan dipantau, 2 provider TV berlangganan (Indovision dan First Media), dan 11 radio berjaringan. KPI Pusat memantau 100% dari total tayangan 15 stasiun televisi berjaringan, yang bersiaran secara nasional. 50% stasiun televisi berlangganan dan 25% radio berjaringan. Stasiun TV berjaringan dipantau 24 jam, televisi berlangganan dipantau 12 jam (07.00-19.00) dan radio dipantau 6 jam (07.00-13.00).”

Tujuan penyiaran memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran.

Yuliandre kembali menjelaskan bahwa penyiaran di Indonesia masih mengandalkan konten yang sama. Sinetron, infotainmen, talkshow, reality show, dan sebagainya masih mengandung hal-hal yang tidak mendidik. Seperti, unsur-unsur kekerasan, mistisme, eksploitasi ketubuhan perempuan, dan sebagainya. KPI akan mengawasi tayangan-tayangan tersebut dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.

“Publik juga berperan dalam pengawasan penyiaran, seperti yang terdapat didalam pasal 52 UU Penyiaran, bahwa masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan,” ucapnya.

Rentannya konten-konten yang tidak mendidik, Yuliandre menganjurkan bahwa literasi media dianggap sangat penting karena publik dapat memahami dan menyikapi media dengan benar, memihak pada siaran media yang benar, dan memproduksi isi media yang benar.